Kamis, 23 Juli 2015

Sekilas Perjalanan kehidupan sub suku Dayak Bakumpai di sepanjang Daerah Aliran Sungai Barito.


Kehidupan Nomaden Sub Suku Dayak  Bakumpai menarik untuk disimak, mengingat keberadaan Sub Suku Dayak Bakumpai ada dan berada dimana mana diseantero wilayah provinsi Kalimantan Tengah.

Perjalanan panjang dan waktu yang lama tentunya diperlukan untuk sebuah proses dimaksud dan tentunya memerlukan kesabaran, kearifan, dan sebuah kecerdasan untuk bagaimana diterima oleh Sub Suku Dayak lainnya, hal ini terkait dengan penguasaan atas tanah dan wilayah oleh masing-masing Sub Suku Dayak lainnya dengan adat, budaya, bahasa dan agama yang berbeda dapat ditempati dan dijadikan kampung oleh warga sub suku Dayak Bakumpai.

Pengembaraan bertolak dari Barito Kuala sebagai tempat asal muasal nenek moyang sub Suku Dayak Bakumpai, dan perjalanan dimulai dari pekerjaan berdagang dan usaha dibidang tangkap ikan air tawar, berlayar menggunakan perahu menuju kearah hulu sungai Barito.

Persinggahan awal di tanah wilayah kekuasaan sub suku dayak ngaju, memohon ijin dengan bahasa santun " Ooo mang tau lah ikih mainjam petak akan manampa kubung si hituh" ?(Ooo paman bisakah kami pinjam tanah untuk bikin pondok persinggahan disini ?) dan jawab yang empunya tanah "tau"(bisa) dan tanah itu ditempati turun temurun dan akhirnya menjadi kampung, seperti : Bangkuang, Babai, dll.

Bahasa santun yang serupa diucapkan saat sampai pada wilayah tanah sub suku Dayak Dusun Witu,  "Ooo mang tau lah ikih mainjam petak akan manampa kubung si hituh ?" dan jawab yang empunya tanah "tau" dan tanah itu ditempati turun temurun dan akhirnya menjadi kampung, seperti : Baru, Mampun, Buntok, dll, di wilayah/tanah sub suku Dayak Dusun Witu.

Bahasa santun yang serupa diucapkan saat sampai pada wilayah tanah sub suku Dayak Dusun Tiwei,   dan tanah/wilayah itu ditempati turun temurun dan akhirnya menjadi kampung, seperti : Muara Teweh, dll di wilayah/tanah sub suku Dayak DusunTiwei.

Bahasa santun yang serupa diucapkan saat sampai pada wilayah/tanah sub suku Dayak Murung, dan wilayah/tanah itu ditempati turun temurun dan akhirnya menjadi kampung, seperti :Muara Laung, dll, di wilayah/tanah sub suku Dayak Murung.

Perjalanan mudik kehulu diteruskan dan bahasa santun yang serupa diucapkan oleh pengembara dari sub suku Bakumpai, pada saat sampai pada wilayah/ tanah sub suku Siang, dan tanah/wilayah itu ditempati turun temurun dan menjadi kampung sampai dengan saat sekarang, seperti :Puruk Cahu, Mangkahui,  dll, di wilayah sub suku Dayak Siang

Pengembaraan ini tidak hanya di sepanjang sungai Barito, anak sungai Barito pun dimasuki oleh sub suku Dayak Bakumpai, seperti :

Masuk  sungai Sirau, di wilayah/tanah sub suku Dayak Maanyan ada kampung Magantis dan Wungkur Nanakan,

Masuk sungai Karau, berdiri kampung Muara Plantau, Jihi, Tuyau, Ketab, Nagaleah dan Ampah di wilayah/tanah sub suku Dayak Lawangan.

Masuk sungai Ayuh diwilayah sub suku Dayak Lawangan, ada kampung Muka Haji, Kayumban, Patas dll.

Perjalanan tersebut tidak hanya dalam hal berusaha dan berdagang, keberadaan sub suku Dayak Bakumpai juga membawa siar Agama Islam di wilayah tanah Dayak dan  sub suku Dayak Bakumpai sangat diterima baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, kepemerintahan, ketokohan, dunia pendidikan, dunia politik di tanah Dayak. Hal tersebut terbukti bahwa : Menjadi Gubernur Kalimantan Tengah, beberapa Bupati, pejabat tinggi bahkan sebagai Rektor Universitas Palangka Raya berasal dari kalangan warga sub suku Dayak Bakumpai.

Tabe dan terima kasih Dayak.  Merdeka !!!!




Senin, 13 Juli 2015

Sekilas Kehidupan Nomaden sub suku Dayak Maanyan

Bagian II :

Perkembangan selanjutnya, keberadaan Kerajaan Nansarunai tidak bertahan lama dan diperkirakan bertahan hanya kurang lebih 5 tahun, hal ini disebabkan terjadi peperangan dengan tentara Jawa, yang dikenal dalam bahasa Wadian (Balian) "Nansarunai Usak Jawa".

Peperangan ini terjadi dan memukul mundur kepedalaman kumunitas  Dayak Maanyan, pengembaraan berlanjut, sebagian mundur melalui jalur darat dan sebagian melalui jalur sungai Barito.

Pengembaraan Dayak Maanyan yang melalui jalur Darat, berakhir dan menetap di sekitar wilayah Warukin Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan. Kearah Provinsi Kalimantan Tengah Kabupaten Barito Timur, Menetap Kawasan Banua Lima dan Kampung Sapuluh. Selanjutnya pengembaraan yang melewati jalur sungai Barito menetap diwilayah Paju Epat.

Dalam perkembangan selanjutnya, Dayak Maanyan  dari wilayah Paju Epat, meneruskan kehidupan nomaden dalam hal berladang dan membuat Jukung (Perahu) dengan bergerak kearah Kabupaten Barito Selatan  dan Kabupaten Kapuas.

Di Kabupaten Barito Selatan, Dayak Maanyan (Paju Epat) mendirikan Desa Sanggu, Sababilah, Pamangka, Tetei Lanan,  Dangka, Hingan. Maruga, Bundar , Talekoi, dll.

Di Kabupaten Kapuas, Dayak Maanyan (Paju Epat) mendirikan Kampung/Desa Batampang, Batilap, Sungei Pasah, dll.

Jangan heran jika di Palangka Raya Komunitas Dayak Maanyan  cukup banyak jumlah orangnya, pilihan pengembaraan adalah menuntut ilmu dan bekerja/berusaha.

Sesuai dengan semboyan Dayak Maanyan "Taguh Gansang Mape Maleh"  tetap menjadi Spirit  setiap insan Dayak Maanyan dalam pengembaraan dan kehidupannya.

Sekilas Kehidupan Nomaden sub suku Dayak Maanyan

Bagian I :

Dayak Maanyan merupakan salah satu suku yang hidup Nomaden sedari asalnya dan Dayak Maanyan berasal dari Tiongkok daratan dan tepatnya dari Mongolia, perantauan dimulai dari Zaman Jengis Khan berekspansi untuk menguasai dunia dan menyertakan Maanyan sebagai Pasukan/bala tentaranya.

Dayak Maanyan diarahkan menuju Bagian selatan dan mengarungi samudera, mendarat di Sumatera saat kerajaan Sriwijaya berjaya dan saat itu ditugaskan mengawal kapal dagang yang membawa bahan-bahan keramik, porselin, dll.

Dikerajaan Sriwijaya nampaknya tidak bertahan lama dan selanjutnya meneruskan perjalanan ke tanah Jawa saat jayanya kerajaan Singosari dan disinipun tidak bertahan lama.

Perjalanan berlanjut ke pulau Bali. Bali merupakan bagian dari terjadinya perubahan agama, yang semula animisme, beralih ke penganut agama Hindu.

Di Bali pun tak bertahan lama, pengembaraan dilanjutkan menuju Kalimantan dan mendarat di Kutai, Kerajaan Mulawarman.

Perkembangan selanjutnya terjadi ketidak cocokan dan meninggalkan kutai Karta Negara mengayuh perahu menuju Banjar Masin (muara Barito) dan mendirikan Kerajaan sendiri yang diberi nama Kerajaan Nansarunai.

Kamis, 02 Juli 2015

Sekilas kehadiran sub suku Dayak di sepanjang Daerah Aliran Sungai Barito

Sekilas kehadiran sub suku Dayak di sepanjang Daerah Aliran Sungai Barito :

Pada zaman dimana bahasa masih berbeda, budaya belum saling menerima, datanglah satu persatu sub suku Dayak masuk sungai Barito untuk hidup dan berkembang bahkan berperang.
Pada zamannya dimana Nganyau (potong kepala lawan/musuh) masih kental berlaku dengan tujuan mempertahankan adat budaya, agama, tanah dan harga diri terus dijalankan dan saling menekan keberadaan masing masing sub suku.

Dilihat dari perkembangannya yang saling desak dan serang maka terbentuklah batas khayal kepemilikan/kekuasaan atas wilayah/tanah oleh masing-masing sub suku Dayak di Daerah Aliran Sungai Barito. Hal ini juga menandakan mana Sub Suku Dayak yang tua/dahulu masuk kepedalaman Borneo.

Batas khayal penguasaan/kepemilikan tanah/wilayah masih tergambar sampai saat sekarang, dimana dapat diurut mulai dari muara sungai Barito.

Suku Banjar menguasai tanah/wilayah dimuara sungai Barito dan berbatas khayal dengan Sub Suku Dayak Bakumpai di sekitar Kuin dan pulau Kambang.

Sub Suku Dayak Bakumpai menguasai wilayah/tanah kearah hulu dan berbatas khayal di Tutuk Pulau dengan Sub Suku Dayak Ngaju.

Sub Suku Dayak Ngaju menguasai wilayah/tanah kearah hulu dan berbatas khayal diwilayah desa Sampudau dengan Sub Suku Dusun Witu.

Sub Suku Dayak Dusun Witu menguasai wilayah/tanah kearah hulu dan berbatas khayal diwilayah desa Tarusan dengan Sub Suku Dusun Tiwei.

Sub Suku Dayak Tiwei menguasai wilayah/tanah ke arah hulu dan berbatas khayal di wilayah desa Banau dengan Sub Suku Dayak Murung.

Sub Suku Dayak Murung menguasai wilayah/tanah kearah hulu dan berbatas khayal diwilayah desa Puruk Cahu dengan Sub Suku Siang.
Sub Suku Dayak Siang menguasai wilayah/tanah kearah hulu dan berbatas khayal diwilayah desa Tumbang Kunyi dengan Sub Suku Ot Danum.

Berdasarkan urut-urutan diatas maka yang paling Tua Sub Suku Dayak adalah Ot Danum dan yang paling muda adalah Suku Banjar.